BELAJAR DARI SEPOTONG ROTI


Belajar dalam Sepotong Roti

Oleh: muhammad zainudin
Peserta pelatihan “Teaching Methodology” di Banda Aceh yang baru lalu terheran-heran ketika suatu pagi saya datang ke kelas pelatihan yang jumlah pesertanya 30 orang itu dengan ‘hanya’ membawa sebungkus roti, selai strawberry, meses, mentega, dan berbagai peralatan makan sederhana dari plastik. Seorang guru yang penasaran langsung saja nyeletuk, “Wah…Bu Nina ulang tahun ya?”

Mendengar pertanyaan itu saya sih cuma mesam-mesem penuh arti. Cuma menggeleng dan meneruskan pekerjaan saya memberi alas di atas karpet di depan kelas, sedemikian rupa hingga mirip meja koki terkenal di Indonesia yang hendak memperkenalkan masakan baru di televisi.

Suasana kelas pelatihan jadi ramai karena tidak mendapat jawaban memuaskan dari saya. Memang itu tujuan saya, membuat peserta jadi penasaran. Setelah semuanya tertata rapi, saya pun meminta mereka untuk berpikir selama lima menit, apa yang akan mereka ajarkan kepada siswa-siswa mereka di kelas dengan menggunakan media sebungkus roti, selai, dan berbagai perangkat makan itu, sesuai dengan mata pelajaran yang mereka ajarkan.

Kelas pelatihan itu berjumlah 30 orang guru SMP dari berbagai mata pelajaran. Ada guru fisika, ada guru biologi, guru matematika, guru bahasa Inggris, guru bahasa Indonesia, guru IPS, bahkan guru agama Islam. Lengkap.

Setelah saya beri waktu lima menit, ternyata banyak guru yang bingung harus berbuat apa dengan roti yang saya sediakan itu. Sebagian menyatakan tidak mungkin mengajarkan biologi dengan roti. Biasanya ya dengan alat peraga, ke laboratorium atau meneliti katak. Guru IPS malah bertanya apa hubungannya antara geografi atau ekonomi dengan roti. Bagaimana menceritakannya.

Guru jadi ramai membicarakan kemungkinan- kemungkinan itu. Seperti biasa, saya sih cuma kembali mesam-mesem. Saya mengajak guru untuk berpikir kreatif. Saya bilang, kalau belajar biologi atau fisika di laboratorium dengan berbagai preparat sih sudah biasa, hanya saja, anak-anak kan tidak punya laobratorium di rumah mereka. Bagaimana mereka bisa tahu pelajaran biologi penting bagi mereka kalau ilmunya saja tidak bisa mereka dapatkan di rumah, di lingkungan mereka.

Akhirnya, setelah 15 menit ‘siswa-siswi’ saya tidak juga mendapat jawaban tentang apa hubungan roti dengan pelajaran mereka saya pun mulai beraksi. Karena sekarang saya adalah guru bahasa Inggris, maka saya mencari cara agar roti dapat dijadikan bahan ajar saya di kelas. Jadilah saya membuat “Cooking Show” seperti yang dibuat oleh Bara Pattirawajane, chef ganteng favorit saya.

Memasak di Kelas Bahasa Inggris

Seperti Bara yang selalu menonjolkan masakan dari bahan baku rumahan, artinya tidak mahal, yang ada di dapur dan diolah kembali jadi makanan baru yg enak, saya pun demikian. Dengan berbekal bahan-bahan tadi, saya memberi judul resep saya itu dengan “Special Bread Toast a la Nina” hehehehe…artinya ya Roti panggang istimewa buatan Nina. Seketika guru-guru pun langsung gerrr…

Ketika saya memperkenalkan judul resep, alat, dan bahan baku roti panggang saya tentu saja saya melakukannya dalam bahasa Inggris. Saya menggambar alat dan bahan di papan tulis, saya minta guru maju ke depan satu per satu menuliskan alat dan bahan sambil juga menyebutkannya. Saya kemudian melanjutkan pekerjaan saya, yaitu menunjukkan kepada ‘murid-murid’ saya bagaimana caranya membuat roti panggang itu. Sebetulnya saya yakin, mereka tahu bagaimana cara membuatnya, tetapi mereka kan tidak tahu bagaimana menyebutkan proses pembuatan roti panggang itu. Setelah itu, saya meminta guru-guru mengulang menyebutkan satu per satu proses tadi sebelum mereka menuliskan resepnya di buku.

Kelihatannya, proses membuat roti panggang bukan sebuah proses pembelajaran, isinya hanya main2 dan lucu2an. Padahal, pelajaran yang ada di dalamnya banyak. Selain belajar kosakata dalam bahasa Inggris, ada pelajaran lain yang terkandung di dalamnya, ada harga roti, ada berat satu botol selai, ada bentuk roti ygn mirip persegi, dan lain-lain.. Ini namanya pemelajaran terpadu. Lalu, bagaimana dengan pelajaran lain, apakah bisa menggunakan media yang sama? Mungkinkah?

Fisika Bisa Juga Memakai Media Roti untuk Belajar

Setelah selesai didemonstrasikan, saya meminta guru-guru memikirkan dan menghubungkan roti dengan salah satu topik dalam mata pelajaran yang mereka ajarkan di kelas, terutama kelas 7 dan 8.

Dua guru fisika yang sejak awal kelihatan lebih unggul dari teman-temannya yang lain maju ke depan memperagakan ilmu baru, tapi lama yang bisa mereka gunakan di kelas.

Topik fisika yang mereka peragakan adalah energi dan usaha yang digunakan dalam memotong roti, mengambil selai dan memindahkannya ke atas roti. Bu Salma ternyata guru fisika yang luar biasa, dia cepat belajar. Dengan lihai, beliau memperagakan berbagai energi dan usaha yang berbeda-beda dari bahan2 yang saya sediakan. Misalnya, mengangkat botol selai tentu memerlukan energi yang berbeda dengan kalau mengambil sesendok selai dari botol. Bu Nurhasiah, yang juga guru fisika, melanjutkan fisika dalam sopotong roti ini dengan konsep kalor dan panas. Menurut ibu yang tinggi jangkung ini, kalau kita memanggang roti baik itu di mesin panggang atau di atas penggorengan yang menggunakan kompor, itu artinya kita menghasilkan kalor dan panasnya bisa diukur. Bu Nurhasiah memberi contoh cara mengukurnya. Sayang, ketika itu baik saya maupun beliau berdua tidak bawa alat pengukur panas. Namun, pelajaran dari Bu Salma dan Bu Nurhasiah serta cara mereka menyampaikan teori tentang kalor dan panas serta energi dan daya membuat guru-guru lain jadi ikut-ikutan merancang bagaimana caranya agar roti tidak hanya sekedar dimakan tetapi juga dimanfaatkan sebagai media belajar yang seru. Wuah…pokoknya belajar fisika jadi seru dengan roti ini. Guru yang sudah selesai memperagakan boleh mengambil rotinya.

Belajar biologi dengan Roti? Coba deh…

Presentasi Bu Salma dan Bu Nurhasiah membuat guru-guru lain yang hadir tertantang untuk ikutan maju. Peserta berikutnya yang tidak mau kalah adalah guru-guru biologi. Bu Nonik yang sedang hamil 4 bulan pun maju. Karena ini pelajaran biologi, maka mereka pun menggunakan roti ini dari sisi biologi. Menurut Bu Nonik dan Bu Nurhasima, roti itu dibuat dari tepung dari gandum yang mengandung karbohidrat, dan karbohidrat memberi kita energi. Jadi pantas saja kalau roti cocok dimakan di pagi hari, karena memberi kita kekuatan untuk dapat beraktivitas dengan baik. Kandungan mentega yang kita oleskan di atas roti pun mengandung lemak tak jenuh ganda dan omega 3 yang dapat membantu pembentukan tulang dan gigi. Nah, ternyata makan roti di pagi hari banyak manfaatnya ya?

Bu Nonik juga menyebutkan nama latin dari gandum, tetapi terus terang saya lupa mencatatnya. Tetapi pada intinya, ada berbagai aspek dalam roti dan membuat roti panggang yang bisa digunakan dalam pelajaran biologi. Tuuhhh, kan…ternyata belajar biologi tidak melulu tentang nama latin, tetapi bagaimana mencari bahan2 yang ada di sekitar kita untuk kita gunakan sebagai bahan pemelajaran. Asyiknya belajar biologi kalau begitu…

Matematika dalam Sepotong Roti

Bu Nurul, guru matematika yang ikut dalam pelatihan dari sejak semula begitu bersemangat setiap kali saya berikan contoh2 baru, atau ide2 baru tentang matematika. Antara lain bagaimana anak dituntut membuat sesuatu yang baru dari bahan yang ada di sekitar mereka. Bu Nurul adalah peserta berikutnya yang maju sambil membawa sebuah karton manila. Teman2 guru yang lain terheran-heran, mau dibawa pulang bu semua rotinya? Geerrrr…suasana jadi ramai.

Bu Nurul yang guru matematika melihat roti pun dari sisi matematika. Misalnya tentang botol selai. Beliau bertanya apa bentuk botol itu, apakah 2 dimensi, atau 3 dimensi. Koor pun berbunyi “3 Dimensi!!!!!!!!”. Pertanyaan dilanjutkan, kalau begitu, untuk tahu berat selai bagaimana caranya? Banyak guru-guru yang bukan guru IPA dan matematika itu tidak bisa menjawab, padahal itu pelajaran di SD lho. Hanya Bu Salam dan Bu Nurhasiah yang menjawab. Tetapi intinya, dari sebotol selai pun kita bisa belajar matematika.

Bu Nurul kemudian melanjutkan pertanyaan sebagai berikut, nah, kalau saya beri satu karton manila ukuran 30x20 cm dan kartonnya dibuat menjadi kotak atau bungkus roti, berapakah roti yang bisa dimasukkan ke dalam karton? Hayooo…siapakah di antara teman2 yang bisa menjawab? Wah…seru juga ya…Pertanyaan ini jelas membuat anak berpikir kreatif. Anak diminta untuk menghitung luas permukaan dan volume kotak terlebih dulu dengan menggunakan rumus yang telah mereka ketahui. Baru menghitung luas satu buah roti, sehingga dari situ mereka bisa menghitung berapa roti yang bisa dimasukkan ke dalam kotak. Ada guru yang bisa menjawab?

Apakah pelajaran lain bisa menggunakan media roti, selai dan mentega sebagai alat pemelajaran yang asyik menyenangkan? Tentu saja bisa. Sebab, saya telah mencoba ini untuk berbagai pelajaran lain seperti ekonomi, sosiologi, humanisme, bahasa Indonesia dan PKn. Silakan dicoba dulu ya, kalau ada masalah, silakan hubungi saya.
  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • Twitter
  • RSS

0 Response to "BELAJAR DARI SEPOTONG ROTI"

Free Website templateswww.seodesign.usFree Flash TemplatesRiad In FezFree joomla templatesAgence Web MarocMusic Videos OnlineFree Wordpress Themeswww.freethemes4all.comFree Blog TemplatesLast NewsFree CMS TemplatesFree CSS TemplatesSoccer Videos OnlineFree Wordpress ThemesFree CSS Templates Dreamweaver