KUMPULAN PUISI


KUMPULAN PUISI

Puisi 1:

Retak-Retak Kehidupan


Temanku, pernahkah kautelan buah khuldi yang bergayut indah

di setiap dekapannya. Lalu perutmu kenyang dan bersendawa pula

Wahai temanku, aku sering menelannya bulat-bulat

dan, kutengadahkan jidatku ke langit-langit kamar

dengan sombongnya. Atau, kadang-kadang pula kutundukkan hatiku

ke ubin-ubin yang dingin meratapi kepedihan hidup


Temanku, pernahkah kaubinasakan semut lalu melupakannya

Jika itu pula pertanyaanmu, aku pun pernah bahkan lebih mengerikan lagi

hingga aku terkucil di ruang yang senyap dengan dinding-dinding beku

lalu aku pun menyendiri yang seakan sedang menapakan batin goyahku


Tersadarlah diriku, ini kian menggunung

Kemudian kucoba pelan mendaki ke awan-awan putih

atau kuhentikan tatkala imanku mengangkasa raya


Wahai teman, aku takut diri ini segera bersemayam

di awan-awan yang siap menerjang rumah-rumah penduduk


Dan, kematianlah yang tersisa dipersemayaman angan masa lalu


Puisi 2:

Bunga yang Kaupetik Lalu Kaumakan


Istriku, sudahkah kaubasuh wajah cantikmu untuk menatap lantai kesejukan

dan membersihkan daki-daki pada tangan dan lenganmu hingga terasa dingin di kepalamu. Begitu pula dengan daki-daki telinga dan kakimu, sudahkah jua kauhilangkan untuk bekalmu di setiap persinggahan dan kekekalan


Seandainya belum,

kaulakukanlah karena tak ada alasan lagi buatmu untuk tak menyegerakannya


Istriku, aku hanya dapat berbaring dan berkata dengan terbata-bata

Aku iri dengan orang-orang saleh yang gemar menundukkan nafsunya demi Tuhan


Hidupku hanyalah sebongkah angan kosong dengan mimpi-mimpi indah


Istriku, kauhindarilah hidup seperti hidupku yang meronta oleh kezalimanku

Aku jahat wahai istriku

Kau taatlah terus hingga kaudapati kematianmu yang baik dengan ridha-Nya


Puisi 3:

Senyumnya


Namanya adalah Siti dan kadang berganti Michele

Aku sering melihatnya bersama pakaiannya dan juga bayangan keduanya

menapaki jalan-jalan dengan raut wajah masam


Sesekali ia menatap lalu berpaling dari kenyataan

senyumnya terlalu mahal

untuk diberikan kepada dawai

yang bergetar

mengitari lorong-lorong sekitarnya


Aku melahapnya hingga habis

hingga yang tersisa hanyalah perihku


Puisi 4:

Bendera-Bendera yang Melambai


Tangisku belum lagi reda

tapi telah kautancapkan tombak-tombakmu yang siap menghujami musuhmu

pada siang yang kerontang

pada angin yang berhembus kencang

pada bulan yang temaram

pada tidurmu yang panjang


Rumah-rumahku belum lagi kubangun karena diterjang bencana

tapi kau sudah bersuara nyaring

hingga gigiku ngilu didera janji-janjimu

yang sulit kumasukkan dalam hati kecilku


Belum lagi tanah kuburan ini kering

tapi kau telah mencari pendamping hidup baru

untuk membantumu bertugas dari singgasanamu yang megah


belum lagi hutang bangsaku habis dikikis kekayaan hati

tapi, kau telah hamburkan uangku untuk kekuasaanmu

hingga diriku ini kaulupkan kembali seperti sedia kala


Dan, entah apa lagi yang akan kaulakukan untukku


Puisi 5:

Sayangku, Maafkan Aku


Sayangku, kau kubeli dengan keringatku

Lalu kau kujejerkan dengan sayang-sayangku yang lain

Begitu damai, tak ada percekcokan di antara kalian.


Sayangku, masih ingatkah kau saat kutelusuri wujudmu lembar demi lembar

hingga mataku lelah memandangimu. Kau pun menjadi sedikit kumal dan bertambah

kumal setiap aku selesai membalik lembaranmu.


Kini, aku lama tak melihatmu. Bahkan, kadang aku lupa dirimu

Pekerjaanku membuat kesetiaanku padamu memudar

Sedihnya, isimu sebagian besar melayang dari otakku


Wahai Sayangku, maafkanku telah menelantarkanmu



____________________________________________________
Kumpulan Puisi 16 Mahmud Jauhari Ali

Puisi 1:

Pena yang Patah


Ini adalah sebuah kisah ribuan langkah

Mata batinku beku di kutub keengganan dengan bukit-bukit kemalasan yang menjulang tinggi. Aku mematung dengan hiasan mimpi di depan wajahku yang menggelinjang kuat dalam kegelapan hari-hariku. Lalu aku tersungkur dan tertelungkup di kolong meja dan kursi cahaya. Tubuhku terkapar tiada bergerak lagi dan pikiranku koma. Aku hampir mati rasa berbagi


Kertas-kertas kosong tetap saja bersih di tanganku

Tiada kutulis sebuah kata pun dan hidupku kosong tanpa teman yang mendekat, kecuali teman yang membisikkan keengganan dalam diriku. Ah, ini harus berakhir.


Puisi 2:

Panorama yang Disusun Rapi


Amboi! Kau begitu menggodaku malam ini dengan untaian kata di tubuhmu

Kau di mana beberapa bulan ini?

Di tangan diakah atau di tangan-tangan lainnya?

Telah lama aku mencarimu di lorong-lorong pintu teman-temanku


Bajumu kini telah kumal dan dagingmu pun kotor dihujani kezaliman

Rupanya mereka tak merawatmu

Ah, mereka memang zalim kepada dirimu


Kau yang begitu indah telah mereka sia-siakan

Mereka biarkan dirimu berdebu hingga tanganku pun menjadi kotor malam ini

Aku tahu kau merindui mata-mata cerah yang menatapmu dalam


Kini, kau kutatap dalam karena kau sangat indah hingga sebagian ingatanku kembali pulih dari lupaku. Aku pun menjadi segar setelah menatapmu dalam


Puisi 3:

Cakrawala Batin


Wahai temanku yang mengaku Islam, aku tak tahu siapa Tuhanmu

Allah azza wazzala, manusia, atau dirimu sendiri

Apakah Tuhamu mengajarkan dirimu untuk berpikir seperti Tuhanku memerintahkan diriku menggunakan akalku untuk memikirkan dunia dan akhirat kelak? Aku tak tahu apa isi kitab sucimu? Apakah sama dengan kitab suciku yang wajib kujadikan dinding bersama sunah Rasulku menapaki jalan yang berlubang-lubang? Hingga ketakwaan dalam din-ku disebut kehati-hatian. Lalu, apakah Tuhanmu mengajarkan dirimu untuk meluruskan sesamamu seperti Tuhanku memerintahkan diriku seperti itu dalam Annahl: 125? Ah, kau sungguh cantik dengan kata-katamu hingga orang-orang terbuai menjauhi ajaran-Nya yang bersih


Puisi 4:

Keseimbangan


Di suatu senja pak tua itu mengayuh becaknya dengan kedua kakinya yang berotot penuh perjuangan. Sepanjang siang tadi pak tua itu terus saja bekerja untuk dunia dengan diselingi ibadah maghdhah yang rutin. Keringatnya membasahi aspal-aspal yang juga dilalui orang lain tanpa permisi kepadanya. Padahal dia termasuk yang membayar biaya pembuatan jalan. Tubuh kurusnya dengan kulit hitam kelamnya terus saja menyusuri kota. Tapi, ia tak menyalahkan Tuhan atas nasibnya yang berat. Ia tidak pula ikut menyalahkan Tuhan yang menciptakan teriknya panas dan derasnya hujan di jalanan.


Akhirnya tubuh tuanya tersandar di dinding kamarnya dengan tubuh yang bersih dari debu-debu jalan. Bibirnya terus saja berkomat-kamit membaca tasbih, tahmid, takbir, dan juga menyeru keesaan-Nya dengan suara lirih. Suara lirihnya menandakan ia mengerti bahwa Tuhan maha mendengar yang mendengar setiap kata-katanya. Ia tidurkan matanya yang kemerahan di hamparan tikar. Lalu diberinya air pada muka hingga kaki untuk menghadap-Nya di sepertiga malam.


Puisi 5:

Prasangka Baik


Wahai tamanku! Lihatlah bulu birunya. Begitu menawan ’kan? Angin yang berhembus ke tubuh kita saat ini sangat terasa sejuk. Begitu pula dengan hujan kemarin yang membasahi sawahmu hingga daun-daun padimu hijau segar.


Temanku, aku masih ingat dengan gigimu yang gugur tiga biji kemarin sore. Ah, kau jangan menangisi gigimu itu karena alismu yang hitam pekat telah menghisap kepingan-kepingan rembulan. Temanku, kau jangan mengeluh atas nasibmu yang kadang-kadang pilu karena Tuhan tak pernah memberi kita kesakitan. Dia maha pengasih lagi penyayang. Kita-kita inilah yang menzalimi diri kita sendiri hingga mengharapkan malaikat maut segera datang menjemput. Tentu kau masih ingat tentang bersyukur ’kan? Bersyukur tentulah lebih baik daripada keingkaran kita terhadap nikmat-nikmat-Nya.

____________________________________________________
Kumpulan Puisi 15 Mahmud Jauhari Ali

Puisi 1:
Malam di Perantauan

Sunyi dari suara tawa dan perbincangan
Aku duduk sendiri tanpa dikau di sisiku
Memandang langit yang murung jauh di sana
Seakan hari menjadi hilang dimakan bulan

Hujan rintik membasahi hatiku yang sedang sendiri
Mendesah dalam ruang yang ingin kutingalkan
Melihat dikau dalam monitor yang sangat sempit

Kusematkan air semangat dalam-dalam di jiwaku
Menatap hari depan yang kutunggu ‘kan mendukungku

Entah kapan datangnya
Mungkin besok atau...ah! Mungkin lusa....
‘Kan kutunggu dan kutunggu
hingga penat di pikiranku hilang di telan angkasa

Puisi 2:
Rembulan yang Kutunggu

Malam ini bukan rembulanku
Dia adalah malam orang-orang di sini
Aku ingin malam ini segera melaluiku
bagai roda sepeda bututku yang melalui tanah gambut yang terbakar

Kutempuh tidur malam tanpa selimut
Dingin tentulah kurasakan
Kursi empuk menjadi saksi gelisahku

Suara azan mengangkasa dari kejauhan
Membangkitkan hatiku dari kesedihan
Suara itu adalah anugerah dari-Nya
Hatiku riang karenanya
Sungguh dahsyat pemberian-Nya

Siang bersinar tak kuhiraukan
Hingga sore datang menyapa
Senja ikut bersama kebahagianku
Angin malam berhembus
Menemaniku dalam perjalanan yang jauh bersama rembulanku

Puisi 3:
Mengharapkan Hari Esok

Duduk sendiri ditemani tumpukan dan susunan buku
Sepi di atas debu yang rindu teman
Entah mangapa mereka tetap di sini
Mungkin mereka terlupakan
atau...
Mereka sengaja meramaikan jiwaku yang sepi

Detak jantungku menggema di dalam pelukan tubuh
Jasadku menjaganya dari alam yang tak ramah
Tubuhku satu dalam kesatuan hidup

Besok adalah hari yang bahagia bagiku
Menantinya di atas debu yang setia

Sabar dan damba bercampur dalam penantian

Puisi 4:
Duduk di Belakang Teman

Suara kendara mendayu-dayu di lubang pendengaran
Sore yang ceria dengan rambut basah oleh air semangat
Terasa gatal kulit kepala karena kemarin tak ada sabun
Ah...hanya gatal kepala, bukan gatal hati

Duduk bargetar di atas bantalan empuk
Santai menikmati ayunan teman di depan tatapanku
Dengan baju kaos biru temaku memandang ke depan

Berlalu dari aspal ke aspal
Sambil bercakap kami asyik berkendara
Hingga waktu pengahibasan kami berpisah
Sampai detik ini kami pun belum berjumpa mata
Apalagi duduk di belakangnya dalam nuansa tanahku

Puisi 5:
Perjalananku Bersama Angin Malam

Malam menjadi temanku saban minggu
Dia menatapku dari segala arah
Kadang aku duduk di depan
Kadang aku duduk di tengah, bahkan di belakang
Dan
kembali di depan.

Terasa tentram bersama malam yang syahdu
Diiringi dentuman lagu dan musik yang riang

Hatiku tertawa menuju tanahku yang kunanti
Berhias jaket hitam aku duduk yang seakan berlari
Berlari dalam dekapan waktu

Sesekali kubicara dengan rekan seperjalanan
Canda dan tawa kadang menyeruak dan meramaikan suasana

Sempat aku tertidur di bantalan kaca
Walau keras, tapi menyehatkan mataku

Dari jauh kulihat tempat persinggahan
Kuteruskan dengan dua roda
Hingga kuketuk pintu penantian dan kurebahkan tubuhku di alas kebahagiaan
Diposkan oleh www.mahmud-bahasasastra.blogspot.com di 05:15 0 komentar
KUMPULAN PUISI 14 MAHMUD JAUHARI ALI
Kumpulan Puisi 14 Mahmud Jauhari Ali

Puisi 1:
Tua dan Muda Saling Menatap

Tatkala suara kelahiran mengangkasa
Mimpi pecah menjadi sosok menggemaskan
Tangis, tawa, dan bahasa keluar dari gubuk permata

Langit pun tersenyum
Melihat pertumbuhan dalam kehidupan

Awan-awan menjadi penghias mereka
Sesaat mampir dan kadang lama
Kesenangan bisa juga penderitaan

Kata-kata terlontar ‘tuk keindahan
Keindahan sesama, tua muda
Tua menjadi intan
Kilaunya memberi warna kedewasaan para muda
Muda giat bekerja
‘tuk sematkan ketenangan bagi generasi lama yang mereka hormati

Puisi 2:
Layang-Layang yang Menghilang di Kotaku

Seutas tali mengikat pada bambu halus
Kekar bagai pondasi gedung pencakr langit
Bersatu dengan layar warna-warni
Melayang tinggi bak pesawat Boeng 737

Kini entah di mana layang-layang yang banyak itu
Kudapati sekarang hanya layang-layang dari pulau seberang
Mugkin mereka telah tiada ditelan zaman

Ketiadaan mereka telah digantikan dengan kecanggihan
Mengapa harus digantikan?
Biarkan mereka melayang dengan kendali yang matang
Jadikan mereka berpadu dengn kecanggihan

Puisi 3:
Berusaha Menyentuh Hatimu yang Lembut

Kata-kata tak dapat menembus pintu nuranimu
Dirimu bagai diselimuti perisai kemewahan

Ujung tombak kemiskinan pun menjadi tumpul
Mata keris sakti menjadi leleh

Hatimu keras dan beku
Tak dapat diusik
Walau dunia sekitar sedang bergumuruh

Puisi 4:
Melalui Jalan yang Berliku

Angin berhembus di celah jendela alam
Mendapatkan duri dan sutera

Terasa kesejukan yang memesona dalam jiwa
Kadang-kadang nafaskuku pun terasa sesak
Terhirup udara kotor yang menyiksa

Dingin dan panas silih berganti
Menjadi atap langkah kaki

Suara parau menambah hatiku yang galau
Bersama duri menjemput kebebasan
Pintu-pintu hijau harus dibuka
‘Tuk mendapatkan sejuknya kemerdekaan

Puisi 5:
Perjalanan Dahaga Berbuah Takwa

Ketika gelap masih betah menemani suara malam
Saat udara malam menyelimuti alam
Air masuk hingga di tenggorokan

Siang dengan sinar panas
Membuat dahaga terasa di tenggorokan

Muncul rasa yang dirasakan sesama
Sayang pun tumbuh dalam jiwa
Perbedaan hilang antara tinggi dan rendah

Kebahagian menyelimuti diri-diri beriman
Taat pun menggema dalam jiwa yang semula gersang
Menyayangi, menghormati dan lainnya bermunculan
Memenuhi ruang kehidupan semesta alam raya
Diposkan oleh www.mahmud-bahasasastra.blogspot.com di 04:50 0 komentar
KUMPULAN PUISI 13 MAHMUD JAUHARI ALI
Kumpulan Puisi 13 Mahmud Jauhari Ali

Puisi 1:
Cahaya Malam

Sinarnya redup tatkala langit mendung
Semangat pun turut hanyut dengan keredupannya
Membawa duka dan kesedihan yang mendalam

Tatkala hujan telah reda
Cahayanya terang menyinari hamparan daratan
Mencuat semangat yang gagah perkasa
Mengahantam semua hambatan

Cahayanya semakin terang
Takkala optimis menjadi purnama
Menerangi setiap jiwa yang dilaluinya
‘Tuk dapat berbagi cahaya yang mencerahkan

Puisi 2:
Pudarnya Cinta

Cinta yang lama kadang berkurang
Kadang juga bertambah

Tatkala berkurang sering masalah melanda
Menerpa bertubi-tubi
bagai tetes air hujan dari atap sisa tadi malam

Kepudarannya membawa masalah dalam sepasang
Jangan biarkan menjadi sirna
walau memiliki yang lain

Cinta tetaplah cinta
Cinta bukanlah api yang harus diredupkan
atau air yang harus dikeringkan

Cinta bukanlah yang lain
Biarkan ia menjadi penyejuk dalam hidup kita

Puisi 3:
Kupu-Kupu Kuning

Sayap pada udara yang panas
Menghempaskan angin permata
Di celah-celah api yang siap membakar sekitar

Dari sudutnya berdiam
Melepaskan kungkungan purba
dari jiwa yang lamban
menjadi cerdas dalam dekapan agama dan ilmu

Terbang membawa manfaat
Mengembuskan kesejukan
dari teriknya panas kebodohan
dan
membawa air bagi jiwa yang gersang

Puisi 4:
Peminta-Peminta di Pinggir Jalan

Teriknya panas tidak membuat mereka menyingkir
Mereka bagai pejuang di siang hari
Kasian mereka

Wahai Tuan!
Seharusnya mereka dilarang mengemis
Mereka harus dipekerjakan
Jangan biarkan mengemis jadi pekerjaan

Anak-anak kecil ikut menjadi korban di jalan
Oh! Jangan!
Kasian anak-anak kecil wahai Saudaraku
Biarkan mereka menikmati dunia sendiri yang ceria


Puisi 5:
Masakan yang Lezat

Aroma lezat dari dapur kelembutan
Membuat lelaki menahan diri

Kadang beragam disajikan dengan gigih
Menciptakan kondisi yang harmonis
dan
Menggugah suasana jiwa yang tentram

Satu dalam cita rasa
Ditambah penyajian yang ramah
dan senyuman yang ikhlas
dari lubuk nurani sebagai usaha
‘Tuk...
Membangun istana sederhana yang mewah
Diposkan oleh www.mahmud-bahasasastra.blogspot.com di 04:44 0 komentar
KUMPULAN PUISI 12 MAHMUD JAUHARI ALI
Kumpulan Puisi 12 Mahmud Jauhari Ali


Puisi 1:
Merajut Cita-Cita

Memiliki keinginan dalam hati
Satu, bahkan lebih daripada itu

Bersahaja menuju daratan
dari pelayaran yang rumit penuh ombak
berharap dapat berlabuh secepatnya

Berjalan, bahkan berlari dengan kelelahan
Sesekali merangkak dari atap-atap keropos

Nikmat terasa mecapai garis lomba
Menebar nikmat dengan senyum tanpa beban

Puisi 2:
Menelaah Kehidupan

Ia mucul, ada, dan pergi
Selama ada, nikmati ia dengan sungguh-sungguh
Jangan dikau sia-siakan keberadaannya!

Biarkan kita temani ia dengan ibadah
Ke atas dan ke sesama

Jalani dengan semangat yang menyala merah membakar senyap!
Jangan baiarkan bisikan hitam menjadi kesia-siaan!

Seimbangkan keduanya
‘Tuk meraih kebahagian yang menentramkan jiwa

Puisi 3:
Harga Barang dan Jasa

Kini dan sejak dulu menjadi sebuah identitas sosial
Naiknya membuat kita turun

Tak bisakah tidak naik?
Kenaikannya mencekik kehidupan
Membuat teriakan semakin nyaring
Bahkan,
Menjadikan bunuh diri sebagai penyelesaian

Mengapa?
Karena sebuah tuntutan permintaan yang semakin dahsyat

Ah! Aku tidak mau pusing
Mari kita kibarkan layar kehidupan yang gigih
Bagai ombak penuh semangat menerjang daratan

Puisi 4:
Sakit dan Berobat

Nikmat yang hilang sementara
Membuat begitu terasa nikmat saat kita memilikinya
Memiliki karena pemberian-Nya

Saat tubuh tidak berdaya
Baru teringat kesalahan yang kita perbuat
Berbuat karena kita tidak taat kepada-Nya

Walau sakit, semangatlah ‘tuk dapat bebas
dengan dua buah permata suci
usaha yang diperintahkan-Nya kepada kita
dan
doa yang juga diwajibkan-Nya bagi kita

Puisi 5:
Masalah

Kering kadang hinggap di dedaunan sanubari
Menetes bola bening dari bola penglihatan
Garis sahaja memulai singkirkan awan gelap

Menepis anggapan hitam para setan
Menebar racun pembunuh derita
Hapuskan bau, kekacauan, dan kehancuran!

Biarkan,
Biarkan mereka bicara tanpa dosa!
Kebohongan hanya membuat mereka kerdil

Bersatu dalam tali yang rekat
Direkatkan dengan persaudaraan
Hadapi dengan bijak bukan dengan bajak!
Kekerasan hanya membuat kita lelah
Jangan biarkan kelelahan tidak berarti!
Agar kita tidak menjadi golongan yang merugi
Diposkan oleh www.mahmud-bahasasastra.blogspot.com di 04:38 0 komentar
Selasa, 2008 Mei 06
KUMPULAN PUISI 11 MAHMUD JAUHARI ALI
Kumpulan Puisi 11 Mahmud Jauhari Ali

Puisi 1:
Zikir Hati

Gelisah membayangi denyut nadi seorang hamba
bagai awan hitam menutupi cerahnya bulan

Mengetuk pintu kesejukan

Duduk sendiri sambil menghembuskan kata-kata syahdu
Makin lama tidak terdengar lagi suara itu

Kali ini mata pun terpejam khusyuk
dengan hati yang bersuara dalam

Gelisah bagai awan hitam itu hilang
disapu oleh cahaya Ilahi

Puisi 2:
Kesejukan Cinta

Kata-kata itu bermula dari tatapan
Diam lantaran kata-katanya digantikan senyuman

Pengganti kata-kata itu mengiris kebencian dan dendam
dia adalah wujud rasa lembut dalam nurani

Kata-kata itu muncul lagi dengan ramah
lebih ramah daripada sebelumnya
yang membuat orang berhenti adu pukul
dan saling tikam

Saling mencintai membuat nyaman dalam jiwa
untuk meraih kebahagian di semesta raya
dan alam yang akan datang

Puisi 3:
Meraih Ketentraman Jiwa

Tatkala angin berhembus dengan kencang
Atap-atap dan jendela hati pun beterbangan

Pikiran melayang ke jurang hitam
Ucapan bagai api membakar tulang sumsum
Membuat dunia sekitar gersang
Hingga rumput pun kering kecoklatan

Terpercik air dalam kubangan kotor
Mengharapkan air suci yang mensucikan
Untuk membersihkan diri dari noda zaman
Segar…!

Khusyuk berdiri hingga salam
Duduk tafakur menerawang ke langit biru

Sadarlah bahwa sebenarnya sangat dekat
Kedekatan itu menentramkan jiwa yang tadinya gersang

Puisi 4:
Nikmatnya Pernikahan

Tanpa larangan berbuat
Tidak perlu menyelinap di kesunyian dan kegelapan

Cerah dan ramai dalam udara yang sopan
Memandang tajam tanpa takut azab

Ketika berbuah pun tidak perlu dijatuhkan,
Tetapi, dilahirkan dengan penuh cinta dan sayang

Sungguh membahagiakan
Melihat kemunculan dan pertumbuhannya
Tidak perlu dibuang atau dibunuh

Kemudian dididik hingga menjadi sosok berguna
Mengikatkannya dengan tali yang benar
Agar senantiasa berada di bawah ridha-Nya.

Puisi 5:
Langit Hatiku

Kadang-kadang mendung
Bahkan mendung sekali
Sesekali hujan turun membasahi daratan lembut

Lain waktu cerah dan cerah,
bahkan sangat cerah
diselingi canda tawa yang riang
membuat hati menjadi terang
seterang cahaya penglihatan
  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • Twitter
  • RSS

0 Response to "KUMPULAN PUISI"

Free Website templateswww.seodesign.usFree Flash TemplatesRiad In FezFree joomla templatesAgence Web MarocMusic Videos OnlineFree Wordpress Themeswww.freethemes4all.comFree Blog TemplatesLast NewsFree CMS TemplatesFree CSS TemplatesSoccer Videos OnlineFree Wordpress ThemesFree CSS Templates Dreamweaver